Rabu, 28 Januari 2015
Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini
Aspek Kognitif
Kemampuan kognitif
diperlukan oleh anak dalam rangka mengembangkan pengetahuannya tentang apa yang
ia lihat, dengar, rasa, raba, ataupun ia cium melalui panca indera yang
dimilikinya. Di Taman Kanak-kanak dan lembaga pendidikan sejenis lainnya,
pengembangan kognitif dikenal juga dengan istilah pengembangan daya pikir (Wawan,
2013: Online).
Herman mendifinisikan bahwa kognitif adalah intelektual
ditambah dengan pengetahuan, sedangkan menurut Pamela Minet perkembangan
intelektual adalah sama dengan perkembangan mental, dan perkembangan kognitif
adalah perkembangan pikiran (Wawan, 2013: Online).
Menurut Piaget, tahap-tahap perkembangan kognitif anak meliputi
:
1.
Tahap Sensorimotor (0 – 2 tahun)
Pada tahap ini bayi
menggunakan kemampuan perasaan dan motornya untuk memahami dunia. Berawal dari
refleksi dan berakhir dengan kombinasi kompleks dari kemampuan motor.
2.
Tahap Pra-Operasional (2 – 7 tahun)
Tahap ini anak
mempunyai ganbaran mental dan mampu untuk berpura-pura, langkah pendek untuk
menggunakan simbol (kata-kata dan imajinasi) untuk menggambarkan benda,
situasi, dan kejadian.
3.
Tahap Konkret-Operasional (7 – 9 tahun)
Dalam tahap ini anak
tidak hanya menggambarkan simbol, tapi dapat memanipulasi simbul secara logika
dalam memecahkan masalah.
4.
Tahap Operasional-Formal (11 – 16 tahun)
Anak tidak lagi
terbatas pada apa yang dilihat dan didengar ataupun pada masalah yang dekat,
tetapi sudah dapat membayangkan masalah dalam pikiran dan pengembangan
hipotesis secara logis (Sujiono, 2004: 3.5-3.11).
Berkenaan dengan teori kognitif, Piaget mengemukakan tiga cara
bagaimana anak sampai mengetahui sesuatu, yaitu melalui interaksi sosial,
melalui pengetahuan fisik, dan melalui logical
mathematical. Dalam pandangan Piaget, untuk mempelajari sesuatu temasuk
koncep bilangan dan berhitung digunakan pendekatan konstruktif. Menurut
pandangan konstruktivistik belajar merupakan suatu proses pembentukan
pengetahuan ini harus dibentuk oleh si belajar (anak sendiri). Ia harus aktif
melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyususn konsep, dan memberi makna tentang
hal-hal yang sedang dipelajari (Ramli, 2010: Online).
Piaget menekankan bahwa anak lebih diuntungkan dengan
pengalaman pendidikan yang tidak terlalu sulit yang menarik keingintahuannya,
menantang pemahamannya, dan mendorongnya untuk mengevaluasi apa yang telah
diketahuinya. Jika pengalaman belajar rumit, anak tidak dapat memahaminya, dan
tidak ada peristiwa belajar yang muncul (Aisyah,2010:5.30).
Pemikiran dalam penalaran anak usia TK disebut penalaran
semilogis karena penalaran logika mereka terbatas. Anak tidak mampu memgingat
lebih dari satu hubungan dalam satu waktu dan menggunakan proses berpikir
terbalik seperti pemikiran orang dewasa. Hambatan kognitif ini membatasi
seberapa besar pemahaman anak terhadap konsep matematika atau bilangan.
Bagaimaanapun, pengalaman dan kesempatan untuk belajar akan memberi konteks
pada anak untuk mengembangkan pemikiran mereka (Wasik.2008:385).
Perkembangan kognitif sebagian besar tergantung pada sejauh
mana anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya.
Perkembangna kognitif bukan merupakan akumulasi dari kepingan informasi
terpipsah namun untuk memahami lungkungan mereka (Riyanto. 2010:126).
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif yaitu:
a.
Faktor Keturunan/hereditas
Bahwa sesungguhnya
manusia lahir sudah membawa potensi-potensi tertentu yang tidak dapat
dipengaruhi oleh lingkungan. Para ahli psikologi berpendapat bahwa intelegensi
75-80% merupakan warisan atau keturunan.
b.
Faktor Lingkungan
Dipelopori oleh John
Locke. Ia berpendapat bahwa manusia dilahirkan sebenarnya suci dan tabularasa,
dimana perkembangan selanjutnya sangat ditentukan oleh lingkungannya.
Berdassarkan teori ini perkembangan taraf intelegensi sangat ditentukan oleh
pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh dari lingkungan hidupnya.
c.
Kematangan
Tiap organ (fisik
maupun psikis) dapat dikatakan telah matang jika ia telah mencapai kesangguapan
menjalankan fungsinya masing-masing. Kematangan berhubungan erat dengan usia
kronologis (usia kalender).
d.
Pembentukan
Adalah segala keadaan
diluar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi. Pembentukan
dapat dibedakan menjadi pembentukan sengaja dan pembentukan tidak sengaja.
e.
Minat dan Bakat
Minat mengarahkan
perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan untuk berbuat lebih giat
dan lebih baik. Sedangkan bakat diartikan sebagai kemampuan bawaan, potensi
yang masih perlu dikembangkan dan dilatih agar dapat terwujud.
f.
Kebebasan
Yaitu kebebasan manusia
berpikir divergen (menyebar), yang berarti bahwa manusia dapat memilih
metode-metode tertentu dalam memecahkan masalah-masalah, juga bebas memilih
masalah selanjutnya (Sujiono,2004.:1.18-1.19).
Pendidikan Anak Usia Dini
Hakikat Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan
anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan
dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir
sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang
diselenggarakan pada jalur formal, non formal dan informal (Maimunah, 2009
:15).
Menurut National Assosiation Education for Young
Children (NAEYC), Anak Usia Dini adalah sekelompok individu yang berada
pada rentang usia antara 0 – 8 tahun. Anak usia dini adalah a unique person (individu yang unik) di
mana ia memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan dalam aspek fisik, kognitif,
sosiol-emosional, kreativitas, bahasa dan komunikasi yang khusus sesuai dengan
tahapan yang sedang dilalui oleh anak tersebut.Berdasarkan pertumbuhan dan
perkembangannya anak usia dini dikelompokkan dalam tipe kelompok sebagai
berikut :
1. Kelompok bayi ; 0 – 12 bulan
2. Kelompok bermain ; 1 – 3 tahun
3. Kelompok pra sekolah ; 4 – 5 tahun
4. Kelompok usia sekolah ; 6 – 8 tahun (Ratih,2012 : Online)
Montessori
mengatakan bahwa masa ini merupakan periode sensitif (sensitive period, selama
masa inilah anak secara khusus mudah menerima stimulus-stimulus dari
lingkungannya. Selanjutnya Montessori menyatakan bahwa usia keemasan merupakan
masa dimana anak mulai peka untuk menerima berbagai stimulasi dan berbagai
upaya pendidikan dari lingkungannya baik disengaja maupun tidak disengaja. Pada
masa peka inilah terjadi pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis sehingga
anak siap merespon dan mewujudkan semua tugas-tugas perkembangan yang
diharapkan muncul pada pola perilakunya sehari-hari (Yuliani, 2009:54).
2.
Karakteristik Anak Usia Dini
Anak
usia dini memiliki karakteristik yang khas, baik secara fisik, psikis, sosial,
moral dan sebagainya. Masa kanak-kanak juga masa yang paling penting untuk
sepanjang usia hidupnya. Sebab masa kanak-kanak adalah masa pembentukan pondasi
dan masa kepribadian yang akan menentukan pengalaman anak selanjutnya.
Sedemikian pentingnya usia tersebut maka memahami karakteristik anak usia dini
menjadi mutlak adanya bila ingin memiliki generasi yang mampu mengembangkan
diri secara optimal.
Dalam
pandangan mutahkir yang lazim dianut de negara maju, istilah anak usia dini (erly childhood)adalah anak yang berkisar
antara usia 0-8 tahun. Namun, apabila dilihat dari jenjang pendidikan yang
berlaku di Indonesia maka yang termasuk dalam kelompok anak usia dini adalah
anak yang baru lahir sampai dengan anak usia Taman Kanak-Kanak (kindergarten),
yaitu sekitar usia 6 tahun. Adapun beberapa menurut para ahli yakni sebagai
berikut :
1.
Maria Montessori berpendapat bahwa usia 3-6
tahun merupakan periode sensitif atau masa peka pada anak, yaitu suatu periode
di mana suatu fungsi tertentu perlu dirangsang, diarahkan, sehingga tidak
terhambat perkembangannya. Serta masa sensitif anak pada usia ini mencakup
sensitif terhadap keteraturan lingkungan, mengeksplorasi lingkungan, sensitif
untuk berjalan, snesitif terhadap objek-objek kecil dan detail, serta terhadap
aspek-aspek sosial kehidupan.
2. Menurut
Erik H. Erikson memandang periode usia 4-6 tahun sebagai fase sense of initiative. Pada periode ini
anak harus didorong untuk mengembangkan prakarsa, seperti kesenangan untuk
mengajukan pertanyaan dari apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan. Jika anak
tidak mendapat hambatan dari lingkungannya maka anak akan mampu mengembangkan
prakarsa dan daya kreatifnya, serta hal-hal produktif di bidang yang
disenanginya. Pada masa ini pada fase ini terjamin tidanya kesempatan untuk
berprakarsa (dengan adanya kepercayaan dan kemadirian yang memungkinkannya
untuk berprakarsa), akan menumbuhkan kemapuan untuk berprakarsa. Sebaliknya,
apabila terlalu banyak dilarang dan ditegur, anak akan diliputi perasaan serba
salah dan berdosa (guility).
3. Menurut
Froebel, mengemukakan masa anak merupakan fase yang sangat penting dan
berharga, dan merupakan masa pembentukan dalam periode kehidupan manusia. Masa
anak usia dini sering dipandang sebagai masa emas (golden age) bagi penyelenggaraan pendidikan. Masa emas anak
tersebut merupakan fase yang sangat fundamental bagi perkembangan individu
karena pada fase inilah terjadinya peluang yang sangat besar untuk pembentukan
dan pengembangan pribadi seseorang. Dan juga jika seorang dewasa mampu
menyediakan suatu “taman” yang dirancang sesuai dengan potensi dan bawaan anak
maka anak akan berkembang secara wajar (Mubiar, 2008:2.3).
Beberapa
hal menjadi alasan pentingnya memahami karakteristik anak usia dini. Sebagian
dari alasan tersebut dapat diuraikan sebagaimana berikut :
a). Usia
dini merupakan usia yang paling penting
dalam tahap perkembangan manusia, sebab usia tersebut merupakan periode
diletakkannya dasar struktur kepribadian yang dibangun untuk sepanjang
hidupnya. Oleh karena itu perlu pendidikan dan pelayanan yang tepat.
b).
Pengalaman awal sangat penting, sebab dasar awal cenderung bertahan dan akan
mempengaruhi sikap depan
perilaku anak sepanjang hidupnya, disamping itu dasar awal akan cepat
berkembang menjadi kebiasaan. Oleh karena itu perlu pemberian pengalaman awal
yang positif.
c).
Perkembangan fisik dan mental mengalami kecepatan yang luar biasa, dibanding
dengan sepanjang usianya. Bahkan usia 0 – 8 tahun mengalami 80% perkembangan
otak dibanding sesudahnya. Oleh karena itu perlu stimulasi fisik dan mental.
Dalam hal ini karakteristik anak usia dini menurut Richard
D. Kellough adalah sebagai berikut :
1. Egosentris
Ia
cenderung melihat dan memahami sesuatu dari sudut pandang dan kepentingannya
sendiri.
2. Memiliki Curriosity yang tinggi
Anak
mengira dunia ini penuh dengan hal-hal yang menarik dan menakjubkan. Bagi anak,
apapun yang dijumpai adalah istimewa dalam persepsinya.
3. Makhluk sosial
Anak
membangun konsep diri melalui interaksi sosial di sekolah. Karena sekolah
adalah tempat terlama anak berada. Di sana ia akan membangun kepuasan melalui
penghargaan diri.
4. The Unique Person
Setiap
anak berbeda. Mereka memiliki bawaan, minat, kapabilitas, dan latar belakang
kehidupan yang sangat berbeda satu sama lainnya. Sehingga penanganan pada
setiap anak berbeda pula caranya.
5. Kaya dengan fantasi
Mereka
senang dengan hal-hal yang bersifat imajinatif, sehingga pada umumnya mereka
kaya dengan fantasi. Anak dapat bercerita melebihi pengalaman aktualnya atau
kadang bertanya tentang hal-hal gaib sekalipun. Hal ini disebabkan imajinasi
anak berkembang melebihi apa yang dilihatnya.
6. Daya konsentrasi yang pendek
Menurut
Berg disebutkan bahwa sepuluh menit adalah waktu yang wajar bagi anak usia
sekitar 5 tahun untuk dapat duduk dan memperhatikan sesuatu secara nyaman. Daya
perhatian yang pendek membuat ia masih sangat sulit untuk duduk dan
memperhatikan sesuatu untuk jangka waktu yang lama, kecuali terhadap hal-hal
yang menyenangkan.
7. Masa usia dini merupakan masa
belajar yang paling potensial
Masa
anak usia dini disebut sebagai masa ‘golden
age’ atau magic years
(Petterson). Pada periode ini hamper seluruh potensi anak mengalami masa peka
untuk tumbuh dan berkembang secara cepat dan hebat. Oleh karena itu, pada masa
ini anak sangat membutuhkan stimulasi dan rangsangan dari lingkungannya (Wedhe,
2012 : Online).
Adapun menurut Kartini Kartono mengungkapkan
anak usia dini memiliki ciri khas yakni sebagai berikut :
1. Bersifat egosentris naif
Seorang
anak yang egosentris naif memandang dunia luar dari pandangannya sendiri,
sesuai dengan pengetahuan dan pemahamannya sendiri, serta dibatasi oleh
perasaan dan pikirannya yang masih sempit. Sikap egosentris naif ini bersifat
temporer atau sementara, dan senantiasa dialami oleh anak dalam proses
perkembangannya. Anak belum dapat memahami bahwa suatu peristiwa tertentu bagi
orang lain mempunyai arti yang berbeda dengan pengertian anak tersebut.
2. Relasi sosial yang primitif
3. Kesatuan jasmani dan rohani yang
hampir tidak terpisahkan
4. Sikap hidup yang fisiognomis
(Kartini, 2000 : 121).
3.
Prinsip-Prinsip Perkembangan Anak
Usia Dini
Anak usia dini berkembang secara berbeda-beda dan memiliki
ciri tersindiri. Banyak pandangan yang dikemukakan para ahli tentang
perkembangan anak usia dini. Menurut Bredekamp dan Coople yakni sebagai
berikut:
1.
Perkembangan
aspek/ranah fisik, sosial, emosional, dan kognitif anak saling berkaitan dan
saling mempengaruhi satu sama lain.
2.
Perkembangan
fisik/motorik, emosi, sosial, bahasa dan kognitif anak terjadi dalam suatu
urutan tertentu yang relatif dapat diramalkan.
3.
Perkembangan
berlangsung dalam rentang yang bervariasi antar anak dan antar bidang
pengembangan dari masing-masing fungsi.
4.
Pengalaman
awal anak memiliki pengaruh kumulatif dan tertunda terhadap perkembangan anak.
5.
Perkembangan
anak berlangsung kearah yang lebih kompleks, khusus,, terorganisasi, dan
terinternalisasi.
6.
Perkembangan
dan cara belajar anak terjadi dan dipengaruhi oleh konteks sosial dan budaya
yang majemuk.
7.
Anak
adalah pembelajar aktif, yang berusaha membangun pemahamannya tentang
lingkungan sekitar dari pengalaman fisik, sosial, dan pengetahuan yang
diperolehnya.
8.
Perkembangan
dan belajar merupakan interaksi kematangan biologis dan lingkungan baik
lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.
9.
Bermain
merupakan sarana penting bagi perkembangan sosial, emosional, kognitif anak,
dan menggambarkan perkembangan anak.
10. Perkembangan akan mengalami
percepatan apabila anak berkesempatan untuk mempraktikkan berbagai keterampilan
yang diperoleh dan mengalami tantangan setingkat lebih tinggi dari hal-hal yang
telah dikuasainya.
11. Anak memiliki modalitas beragam (ada
tipe visual, auditif, kinestetik atau gabungandari itu) untuk mengetahui
sesuatu sehingga dapat belajar hal yang berbeda dengan cara yang berbeda pula
dalam memperlihatkan hal-hal yang diketahuinya.
12. Kondisi terbaik anak untuk
berkembang dan belajar adalah dalam komunitas yang menghargainya, memenuhi
kebutuhan fisiknya dan aman secara fisik maupun psikologis (Aisyah,
2010:1.17-1.23).
Langganan:
Postingan (Atom)